Kamis, 18 Maret 2010

Tidak Ada Orang Yang Sempurna di Mata Ego Kita

Selama kita menggunakan kacamata “persepsi” kita, di dunia ini tidak akan ada orang yang sempurna di mata kita..

Bila sudah ada persepsi dan cara pandang yang baku dalam diri kita, selalu saja kita dapat melihat kesalahan dan kekurangan orang lain, Selalu saja saya dapat menemukan sesuatu yang saya “anggap” sebagai kelemahan-kelemahan dalam diri orang lain. Dan kelemahan2 mereka, kesalahan dan kekurangan dalam diri mereka sungguh mengganggu pikiran saya. Saya menjadi gelisah dan tidak tenang. Dan di kepala saya selalu muncul gambaran-gambaran akan kesalahan2 dan kekurangan2 mereka. Terutama hal semacam ini terjadi kepada mereka yang terlalu intelektual, dan lebih cenderung menggunakan logika daripada perasaan.

Aku ingat sekali waktu itu aku hampir marah-marah kepada ayah saya, entah kenapa, setiap kali saya mandi, dia selalu mematikan pompa air sanyo, sehingga air mandi menjadi macet dan saya harus keluar dan teriak2 untuk minta dinyalakan kembali. Hal ini terjadi berulang-ulang dan sering terjadi. Di mata saya, Ayah saya adalah seorang yang “bodoh” dan tidak tanggap terhadap situasi dan kondisi. Dia tidak lulus sekolah sd. Kecerdasan emosional sungguh rendah dan daya empatinya juga rendah. Sehingga saya selalu merasa kewalahan menghadapi orang semacam ini. Seharusnya saya tidak mempunyai ayah yang demikian. Itulah pemikiran saya.

Baru saja, saya mau marah.. Dan saya mencoba menenangkan diri, tiba2 dalam sepersekian detik, saya teringat.. selama sehari-sehari, ayah sayalah yang mencuci piring saya.. saya telah makan & minum, dia yang mencuci piring dan gelas saya.. dia sering tidak mengizinkan saya untuk mencuci piring.. dia juga yang menyetrika baju dan celana saya, dan saya tinggal pakai saja. Ia telah melakukan ini selama bertahun-tahun. Dan seolah-olah dia telah menjadi pembantu di rumah ini.

Mengapa aku sangat jarang memperhatikan hal-hal semacam ini, Mengapa aku tidak berterima kasih atas usaha dan jerih payahnya untuk menjadi seorang “ayah” menurut caranya. Walaupun bukan itu sebenarnya yang aku inginkan. Ia telah berusaha semampunya sebatas kemampuannya. Ia memang tidak sempurna.. begitu juga dengan diriku.. anaknya yang tidak sempurna.. Apa yang telah aku berikan kepada dia sebagai sang Ayah ? Di rumah aku hanya makan & minum, meletakkan piring & gelas dan kemudian pergi keluar.. Aku mandi dan memakai baju yang telah disetrika dan meletakkan baju kotor itu di tempat cucian dan kemudian pergi.. pulang2 ke rumah untuk tidur. Aku jarang menghibur dirinya. Jarang juga memberikan sesuatu atau uang. Bahkan apa yang telah aku lakukan tidak sebanding dengan apa yang telah ia lakukan. Lalu kenapa aku marah2 ?

Tidak terasa, air mata telah menetes di pipiku ini.. Aku telah terbiasa dimanja.. dan ini adalah kesalahan kedua belah pihak.. Mulai kini aku berjanji untuk mengintropeksi diri, bukan untuk orang lain, tapi untuk kebaikan diriku sendiri. Sifat menghakimi ini sungguh egois. Masalah pompa air sanyo pun terselesaikan begitu saja, semenjak saya merasa enjoy aja.. apakah air sanyo itu dimatikan atau tidak. Bila dimatikan, saya tidak lagi marah2. Paling2 saya keluar dan ngomong baik2, atau saya sendiri turun menyalakan air sanyo itu. Sejak itu, tidak ada lagi peristiwa air sanyo yang dimatikan waktu mandi. Heran juga.. terselesaikan begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar